Multiefek Penyelenggaraan Tour de Banyuwangi Ijen

By SEMANGAT BANYUWANGI - Mei 10, 2015

Multiefek Penyelenggaraan Tour de Banyuwangi Ijen


Banyuwangi (Antara Jatim) - Salah satu target di luar balap sepeda dari penyelenggaraan International Tour de Banyuwangi Ijen (ITdBI) adalah mengenalkan sejumlah objek wisata di Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur.

Target itu langsung terlihat hasilnya ketika pebalap asal Prancis Peter Pouly yang juga juara dua tahun berturut-turut di ajang balap internasional itu menyatakan keinginannya untuk mengajak keluarganya berkunjung ke Banyuwangi.



Bukan hanya rencana tanpa waktu. Pouly yang dikenal sebagai raja tanjakan atau pebalap spesialis climber itu sudah menetapkan waktu, yakni awal 2016 untuk kembali ke kabupaten berjuluk "The Sunrise of Java" itu.

Selain itu, saking terkesannya dengan keindahan di sekitar Kawah Ijen, pebalap yang tergabung dalam "Singha Infinite Cycling Team" Thalaind itu juga akan "memajang" kata Ijen pada nama anak keduanya yang akan segera lahir ini.

"Ini menjadi hadiah bagi saya karena dua hari lagi istri saya akan melahirkan. Saya akan memberi nama Ijen untuk anak saya," ujar Pouly seusai penerimaan hadiah di kawasan Paltuding, Kawah Ijen, Kabupaten Banyuwangi, Jatim, Jumat (8/5).

International Tour de Banyuwangi Ijen 2015 yang digelar 6--9 Mei dengan menempuh jarak 555 kilometer dan terbagi dalam empat etape itu memang melewati sejumlah lokasi yang menyajikan keindahan alam Banyuwangi, seperti tanjakan menuju Kawah Ijen atau persawahan dan kehidupan masyarakat Osing di kawasan Kecamatan Licin.

Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas berkali-kali mengemukakan bahwa ajang tahunan yang sudah menjadi agenda rutin Persatuan Balap Sepeda Internasional atau UCI ini memang banyak memberikan dampak kepada masyarakat Banyuwangi.

Selain dari sisi pengenalan objek wisata, balapan ini juga memberikan kesempatan kepada industri kecil di wilayah itu untuk memamerkan produknya sehingga lebih dikenal tidak hanya masyarakat lokal, tetapi juga Nusantara dan internasional.

Dari sisi spirit olahraga yang dikenal menjunjung spotivitas, Anas mengemukakan bahwa pihaknya sengaja mengeluarkan anak-anak sekolah yang wilayahnya dilewati rute ITdBI. Hal itu dilakukan agar balapan itu juga memiliki nilai edukasi.

"Kami tunjukkan kepada anak-anak di Banyuwangi mengenai ajang yang menjunjung kejujuran atau sportivitas karena yang dinilai adalah kecepatan. Anak-anak bisa belajar dari lomba balap ini, bagaiamana para pebalap juga bekerja keras untuk meraih prestasi," katanya.

Sementara itu, sejumlah produsen kerajinan di Banyuwangi mengaku mendapatkan banyak berkah dari sebelum hingga hari terakhir ITdBI 2015 digelar. Mereka rata-rata mengaku omzet penjualan produknya meningkat tajam dibandingkan dengan hari-hari biasa.

Lulus Asta Dewi, penjual minuman sirup jahe merah dan temulawak khas Banyuwangi, mengaku setiap hari bisa menjual lebih dari 200 botol dengan rata-rata harga per botol Rp5.000,00.

"Padahal, pada hari-hari biasa yang terjual hanya 50 botol saja," katanya.

Pramuji, pemilik usaha pembuatan kaus merek Republik Using, mengaku sangat terbantu untuk meningkatkan omzet dan pengenalan lebih mengenai produk kreatifnya itu.

Dia memanfaatkan stan di lokasi akhir ITdBI di Taman Blambangan yang disediakan oleh Pemkab Banyuwangi. Omzet penjualannya dalam sehari mencapai Rp3 juta per hari. Biasanya, pada hari biasa omzetnya berkisar Rp1 juta per hari.

"Alhamdulilah dengan event ini omzet saya bisa naik ratusan persen dari biasanya. Konsumen datang sendiri, wisatawan banyak beli kaus sambil lihat finish balapan," ujarnya.

Produsen kaus dengan merek Kaosing, Tasya Madina, juga mengemukakan hal yang sama. Dia mengemukakan bahwa selama pelaksanaan lomba balap internasional penjualan kaus di gerainya meningkat hingga 300 persen.

Padahal, pada hari biasa, produsen kaus etnik khas Banyuwangi itu mampu menjual sekitar 75 kaus. Sementara menjelang dan selama pelaksanaan balap tersebut terjual hingga 300 per hari.

"Harganya sekitar Rp80 ribu hingga Rp150 ribu per kaus," ujarnya sebagaimana dikutip siaran pers Humas Pemkab Banyuwangi.

Annisa Febby, perajin kaus dengan merek Nagud, mengatakan bahwa selama pelaksanaan ITdBI, penjualan kausnya laku keras hingga mencapai omzet Rp15 juta per hari dengan rata-rata harga kaus Rp100 ribu per kaus.

"Ini benar-benar luar biasa. Pada hari biasa omzet kami sekitar Rp3 juta hingga Rp4 juta per hari. Akan tetapi, dengan adanya event ini masyarakat dan wisatawan seperti diundang untuk beli. Saya berharap ke depan event seperti ini bisa diteruskan," ujarnya.

Membawa dampak yang positif seperti itu merupakan salah satu poin penilaian sehingga UCI memberikan nilai "excellent" atau sebagai ajang kejuaraan terbaik di Indonesia.

Advisor UCI Jamaludin Mahmood mengemukakan bahwa sejumlah kriteria ditetapkan untuk menentukan level penyelenggaraan balap internasional itu. International Tour de Banyuwangi Ijen memenuhi penilaian bagus untuk sejumlah kriteria itu, yakni teknis pengelolaan lomba, seperti hubungan antara organizer dan tim peserta serta organizer dan wasit (penilai).

Parameter lainnya adalah keamanan selama berlangsungnya perlombaan di ITdBI, berkat koordinasi yang baik dari aparat keamanan, yakni Kepolisian, TNI, dan dinas terkait.

Kriteria lainnya adalah promosi melalui melalui media massa. Biasanya, kata Jamal, tim UCI langsung memantau berapa berita yang muncul di media di setiap akhir etape.

Keempat, adalah bagaimana ajang ini membawa dampak positif bagi masyarakat, misalnya berputarnya ekonomi saat kegiatan berlangsung, infrastruktur jalan yang semakin membaik dan menumbuhkan kebanggaan bagi warga.

"Jalan yang bagus kan tidak hanya dirasakan oleh peserta balap sepeda, tetapi juga dinikmati oleh masyarakat untuk jangka panjang. Begitu juga transaksi jual beli saat event berlangsung, membuat ekonomi masyarakat bergerak," tutur Jamal.

Melihat efek yang dirasakan itu, Bupati Abdullah Azwar Anas mengemukakan bahwa tidak menutup kemungkinan ITdBI pada masa mendatang diperluas, misalnya start dari Bali dan finis di Banyuwangi.

"Tour de France start dari Inggris dan finis di Prancis. Demikian juga ITdBI, meskipun nanti start dari Bali namanya tetap ITdBI. Apalagi, antara Bali dan Banyuwangi punya sejarah satu kerajaan, yaitu Mengwi dan Blambangan," katanya.

Ia juga mengemukakan bahwa jika nantinya pihaknya mendapatkan bantuan dari pemerintah pusat, kemungkinan rutenya ditambah yang tahun ini menempuh jarak 555 kilometer dengan empat etape.

Anas mengemukakan bahwa selama empat kali ITdBI digelar penyelenggara tidak pernah mendapat bantuan dari APBN.

Sementara itu. Menpora Imam Nahrowi yang juga hadir pada penyerahan hadiah etape terakhir ITdBI 2015 mengaku bangga dengan apa yang telah dilakukan oleh Banyuwangi lewat penyelenggaraan balap sepeda internasional itu.

"Kegiatan seperti ini harus terus didorong. Tidak mendapat dukungan APBN saja sudah luar biasa, apalagi kalau sudah didukung. Kegiatan ini juga merupakan ajang promosi wisata, pusat harus mendukung," kata politikus Partai Kebangkitan Bangsa ini. (*) 

  • Share:

You Might Also Like

0 komentar