Puter Kayun merupakan tradisi masyarakat Boyolangu yang divisualisasikan dengan bertamasya keliling naik dokar. Mulai dari Boyolangu hingga ke Pantai Watu Dodol, Kecamatan Kalipuro. Konon, dimasa penjajahan Belanda, daratan Watu Dodol akan dijadikan jalan raya oleh Belanda. Ditepi pantai berdiri batu berukuran raksasa. Segala upaya dilakukan Belanda untuk menghancurkan batu tersebut. Termasuk memberlakukan kerja rodi bagi warga pribumi yang pada akhirnya banyak yang mati. Hingga akhirnya Bupati pertama Banyuwangi (1773-1781), Raden Mas Alit, membuat sayembara. Sayembara itu didengar oleh Buyut Jokso, seorang sakti asal Boyolangu. Buyut Jokso konon langsung menuju ke pantai Watu Dodol, dan melakukan ritual. Yakni mengajak komunikasi Jin penunggu batu raksasa. Alhasil, Buyut Jokso berhasil memecah batu tersebut setelah memenuhi 3 syarat yang diminta Jin. Syarat itu diantaranya, batu boleh dipecah asal tidak melewati batas-batas yang ditentukan. Kedua menyisakan batu untuk dijadikan tempat tinggal raja Jin. Ketiga, keturunan Buyut Jokso setiap 10 Syawal mengunjungi Watu Dodol.
.
IG: semangatbanyuwangi
.
BANYUWANGI - Tidak muncul dalam waktu yang sangat lama, dan bisa dibilang kesenian Angklung Caruk sudah punah. Atas inisiasi dari budayawan Banyuwangi berkolaborasi dengan pemerintah Banyuwangi, angklung caruk kembali tunjukkan eksistensinya. Kesenian Angklung Caruk ini akan di bawa dalam bentuk festival Angklung Caruk Pelajar. Festival yang akan di ikuti oleh seluruh pelajar se Banyuwangi dari tingkat SD dan SMP. Festival ini akan di gelar pada tanggal 25 Februari 2017. Menjadi penarik karena pesertanya adalah pelajar denga kelucuannya mereka akan beradu kreatifitas dalam memainkan angklung dan beberapa alat musik pendukungnya. Kurangnya minat atau pengetahuan tentang angklung caruk, Pemerintah setempat memulainya dari para pelajar. hal ini bertujuan untuk mencari bibit baru dari masing - masing pemain alat musik. Penampilan nantinya akan menjadi sangat menarik, ritme yang khas rancak secara timpalan dengan dominasi angklung dan gendang akan sangat meriah.
Angklung alat musik yang terbuat dari Bambu dengan ukuran yang berbeda untuk menghasilkan tangga nada yang berbeda pula. Bukan hanya di Jawa barat, Banyuwangi juga memiliki angklung yang sangat khas. Para pemainnya terdiri dari 12 sampai 14 orang. Instrumen musik terbuat dari bambu dan memiliki empat jenis pertunjukan yaitu angklung caruk, tetak, paglak, dan angklung Blambangan.
Peserta yang telah mendaftar dalam festival ini sebanyak 16 grub dari seluruh kabupaten Banyuwangi yang di koordinir oleh UPTD dan Dinas Pendidikan Banyuwangi. Nantinya dalam babak penyesihian yang di gelar sejak pagi akan di ambil 10 grub untuk tampil pada malam harinya. 10 Peserta yang telah lolos dari babak penyisihan akan tampil all out untuk bisa masuk dalam 5 penampil terbaik. yang menjadi menarik dari permainan angklung caruk nantinya peserta akan di undi untuk memilih lagu yang telah di siapkan oleh panitia dan memainkannya.
Keistimewaan dari Angklung caruk Banyuwangi, tidak bisa di tiru oleh daerah lain. Menurut MY.Bramuda Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Banyuwangi, angklung Caruk menjadi istemewa karena terdapat dua grub yang berbeda beradu ketangkasan dalam bermain alat musik tradisional Banyuwangi. Kami akan terus berbenah untuk menjadikan berbagai festival di Banyuwangi menjadi sangat menarik dan unik. Angklung caruk salah satunya. Nantinya dari festival angklung caruk akan muncul bibit - bibit baru dari kesenian yang sudah punah ini. Tahun depan festival ini akan kami tingkatkan dari segi peserta yang mengikuti. Karena ini festival ini masih baru, target kita untuk mengenalkan apa itu angklung caruk yang mayoritas masyarakat sudah tidak pernah tahu kesenian ini. Kedua dari festival ini akan muncul seniman - seniman cilik untuk meneruskan kesenian ini. sambung Bramuda.
Angklung caruk ini memiliki warna yang berbeda, dimana dalam desainnya menggunakan rancakan yang menyatu dengan tempat duduk penabuh angklung. Terdapat motif ular naga di sisi kanan kiri angklung yang memperlihatkan keindahan dan kegagahannya. Dalam permainnya di tambahkan dengan beberapa alat musik diantaranya KAngklung caruk, Kluncing, Saron, PEking, Kendang,Kempul, dan Slenthem berpadu dalam kesatuan nada yang khas. . Pemegang alat musik Slenthem adalah yang menjadi komandan dari grub tersebut. Akan menjadi heboh nantinya dalam pertunjukan ada satu penari atau badutan dalam satu grub yang akan menjadikan situasi memanas dalam unjuk kepiawaian.
Peda sesi berikutnya ada istilah Adol Gendhing "Jual Lagu", yaitu salin tebak lagu khas Banyuwangi tentunya dengan membawakan ketukan sebuah lagu dan ketukan lagu tersebut di tebak oleh kelompok lainnya. Ketika kelompok lain bisa menjawab lagu tersebut, kelompok lain berhak mengambil alih tebak lagu dengan cara "Ngosek" memukul angklung serentak dan tidak beraturan. Hal ini juga berlaku untuk penari atau mereka menybutnya Badut. Penari ini juga akan beradu kreatifitas memadukan kekompakan tarian dan tempo lagu. Jadi Lebih seru, karena setiap kelompok akan membawa fans dan suporter untuk mendukung penampilan meraka.
Banyuwangi di tahun 2017 ini, menjadi kota dengan agenda festival terbanyak di Indonesia yaitu 72 event. Berbagai festival di gelar mulai dari sport Tourism, Budaya, Inovasi Publik, Kuliner,dan musik. Soal kualitas festival seperti apa, Banyuwangi telah di nobatkan sebagai "The Best Festival City" di Indonesia oleh Menpar Arief Yahya. Salah satunya Angklung Caruk, kesenian yang sudah lama tumbuh di masyarakat kini dikemas dalam bentuk festival.
IG: semangatbanyuwangi
Ritual Seblang adalah salah satu ritual masyarakat Osing yang hanya dapat dijumpai di dua desa dalam lingkungan kecamatan Glagah, Banyuwangi, yakni desa Bakungan dan Olehsari. Ritual ini dilaksanakan untuk keperluan bersih desa dan tolak bala, agar desa tetap dalam keadaan aman dan tentram. Ritual ini sama seperti ritual Sintren di wilayah Cirebon, Jaran Kepang, dan Sanghyang di Pulau Bali.
Penyelenggaraan tari Seblang di dua desa tersebut juga berbeda waktunya, di desa Olihsari diselenggarakan satu minggu setelah Idul Fitri, sedangkan di desa Bakungan yang bersebelahan, diselenggarakan seminggu setelah Idul Adha.
Para penarinya dipilih secara supranatural oleh dukun setempat, dan biasanya penari harus dipilih dari keturunan penari seblang sebelumnya. Di desa Olehsari, penarinya haruslah gadis yang belum akil baliq, sedangkan di Bakungan, penarinya haruslah wanita berusia 50 tahun ke atas yang telah mati haid (menopause).
Tari Seblang ini sebenarnya merupakan tradisi yang sangat tua, hingga sulit dilacak asal usul dimulainya. Namun, catatan sejarah menunjukkan bahwa Seblang pertama yang diketahui adalah Semi, yang juga menjadi pelopor tari Gandrung wanita pertama (meninggal tahun 1973). Setelah sembuh dari sakitnya, maka nazar ibunya (Mak Midah atau Mak Milah) pun harus dipenuhi, Semi akhirnya dijadikan seblang dalam usia kanak-kanaknya hingga setelah menginjak remaja mulai menjadi penari Gandrung.
Tari Seblang ini dimulai dengan upacara yang dibuka oleh sang dukun desa atau pawang. Sang penari ditutup matanya oleh para ibu-ibu yang berada dibelakangnya, sambil memegang tempeh (nampan bamboo). Sang dukun mengasapi sang penari dengan asap dupa sambil membaca mantera. Setelah sang penari kesurupan (taksadarkan diri atau kejiman dalam istilah lokal), dengan tanda jatuhnya tampah tadi, maka pertunjukan pun dimulai. Penari seblang yang sudah kejiman tadi menari dengan gerakan monoton, mata terpejam dan mengikuti arah sang pawang atau dukun serta irama gendhing yang dimainkan. Kadang juga berkeliling desa sambil menari. Setelah beberapa lama menari, kemudian si seblang melempar selendang yang digulung ke arah penonton, penonton yang terkena selendang tersebut harus mau menari bersama si Seblang. Jika tidak, maka dia akan dikejar-kejar oleh Seblang sampai mau menari.
Musik pengiring Seblang hanya terdiri dari satu buah kendang, satu buah kempul atau gong dan dua buah saron. Sedangkan di Olehsari ditambah dengan biola sebagai penambah efek musikal.
Dari segi busana, penari Seblang di Olehsari dan Bakungan mempunyai sedikit perbedaan, khususnya pada bagian omprok atau mahkota.
Pada penari Seblang di desa Olehsari, omprok biasanya terbuat dari pelepah pisang yang disuwir-suwir hingga menutupi sebagian wajah penari, sedangkan bagian atasnya diberi bunga-bunga segar yang biasanya diambil dari kebun atau area sekitar pemakaman, dan ditambah dengan sebuah kaca kecil yang ditaruh di bagian tengah omprok.
Pada penari seblang wilayah Bakungan, omprok yang dipakai sangat menyerupai omprok yang dipakai dalam pertunjukan Gandrung, hanya saja bahan yang dipakai terbuat dari pelepah pisang dan dihiasi bunga-bunga segar meski tidak sebanyak penari seblang di Olehsari. Disamping unsure mistik, ritual Seblang ini juga memberikan hiburan bagi para pengunjung maupun warga setempat, di mana banyak adegan-adegan lucu yang ditampilkan oleh sang penari seblang ini.
Lowongan Financial Advisor Syariah Bank Mandiri Banyuwangi
By SEMANGAT BANYUWANGI - Desember 14, 2015
Lowongan Financial Advisor Syariah Bank Mandiri Banyuwangi
Cara Melamar : >> http://www.jobstreet.co.id/id/job/1778024?fr=21&src=46
Festival Tertua Kuwung Banyuwangi akan Digelar 5 Desember 2015
By SEMANGAT BANYUWANGI - Desember 05, 2015
Banyuwangi - Festival Kuwung, kegiatan tahunan tertua yang biasa digelar dalam rangka Hari Jadi Banyuwangi akan dihelat Sabtu 5 Desember 2015 mendatang. Kuwung yang berarti pelangi, akan digelar malam hari dan menjadi night carnival ke dua di Banyuwangi.
Festival yang masuk dalam agenda Banyuwangi Festival 2015 ini mengangkat tema folklore yang menghadirkan beragam seni budaya asli Banyuwangi.
"Festival Kuwung merupakan etalase kesenian dan tradisi masyarakat Banyuwangi yang beragam. Inilah yang membedakannya dengan festival lainnya. Bila festival lain menampilkan satu tematik budaya Banyuwangi, di Kuwung ini beragam tradisi khas Banyuwangi akan ditontonkan," ujar Plt Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata MY Bramuda, Kamis (3/12/2015).
Sejumlah legenda rakyat Banyuwangi seperti Minak Jinggo dan Sritanjung dikemas dalam sebuah parade fragmen. Seluruh pelaku seni di Banyuwangi akan terlibat dan membawakan lakon cerita yang berbeda-beda. Di antaranya folklore Bambang Menak diwisuda.
Legenda ini mengkisahkan perjuangan Bambang Menak yang berhasil mengalahkan ayahandanya sendiri, Kebo Marcuet dan diwisuda menjadi pemimpin Bumi Blambangan. Ada pula cerita Jajang Sebarong, Adage Kedaton, Macan Putih, Gemulung Ombak Sembulung, dan Bersih Desa Alas Malang.
Selain folklore, sederet seni budaya Banyuwangi juga ditampilkan dalam Festival Kuwung ini. Mulai tari jaran-jaranan yang dibawakan oleh anak-anak, prosesi sunatan, Barong Ider Bumi, tari Jaran Goyang, seni hadrah Kuntulan, sampai Barongsai mengisi masing-masing fragmen di even budaya ini. Tradisi Kawin Colong dan upacara Kemanten Using juga akan ditampilkan.
Parade ini akan mengambil start dari halaman depan Kantor Pemkab Banyuwangi dan berakhir di Taman Blambangan. Festival ini juga dipastikan semakin meriah dengan kehadiran enam kabupaten sahabat yakni Probolinggo, Jembrana, Kediri, Lumajang, Kota Denpasar dan Pasuruan.
Enam kabupaten ini akan menampilkan kebudayaan daerahnya masing-masing. Festival kuwung diakhir dengan closing team yang mengusung tema Kuwung tahun depan 'Si Gagak Piambel Blambangan'
(iwd/iwd)
Sumber : http://news.detik.com/berita-jawa-timur/3087019/festival-tertua-kuwung-banyuwangi-akan-digelar-5-desember-2015
Revitalisation of Traditional Rituals of Banyuwangi Indigenous People
By SEMANGAT BANYUWANGI - November 28, 2015
Ketut Darmana, lecturer in Anthropology of Faculty of Literature and Culture of Udayana University said the revitalisation in the rituals was made to survive and grow dynamically in line with the time. This ritual functions as a tool to resolve crisis in man’s cycle of life.
"The barong ider bumi ritual is believed to be able to guarantee life free of epidemics, such as incurable diseases , sudden death without a clear reason, fatal pests, and other diseases,” he said during his open doctoral examination at Faculty of Cultural Sciences of Universitas Gadjah Mada.
The ritual is also believed to be able to overcome epidemics coming from the real world, such as conflicts in the neighbourhood, household conflicts, and other social problems that lead to the loss of harmony between society.
"The hosting of this ritual is seen as able to revive the spirit of sharing and harmony as a tool to resolve social conflicts,” he said.
Darmana explained the ritual was able to record all values adhered to by the local people that use them as a reference for life. Thus, in this modern context, the stance to sustain and revitalise rituals in line with the changing time is understandable.
Banyuwangi Tampilkan Parade Budaya Specta Night
By SEMANGAT BANYUWANGI - November 16, 2015
Jawa Timur Specta Night Carnival merupakan parade budaya yang menampilkan seni budaya Jatim, diikuti 24 kabupaten/kota dan menjadi semacam etalase serta panggung eksistensi seni budaya asli Jawa Timur yang beragam untuk tetap lestari.
Asisten Kemasyarakatan Pemprov Jatim, Dr Shofwan yang membuka acara tersebut mengatakan even tahunan ini digelar sebagai upaya untuk melestarikan seni dan budaya Jatim yang sangat kaya dan beragam. Selain juga menjadi wadah bagi seniman Jatim untuk unjuk kreativitas.
"Melalui even ini kami berharap kreativitas seniman dan budayawan lokal di Jatim bisa semakin berkembang. Lewat acara ini juga, kami berharap akan makin mengukuhkan eksistensi seni budaya Jatim sebagai bagian dari budaya nusantara," katanya.
Malam itu, Banyuwangi mendadak gemerlap. Ratusan peserta dari berbagai daerah ini unjuk potensi seni dan budaya dengan iringan mobil hias bertabur lampu warna warni dan parade barisan kostum yang atraktif.
Atraksi seni dan budaya dari berbagai daerah pun saling unjuk kebolehan di hadapan ribuan masyarakat Kota Blambangan. Seperti Kabupaten Malang yang menyuguhkan atraksi seni dengan tema Dewi Sri, Kabupaten Gresik yang mengangkat tema budaya Lir-ilir dengan mengambil inspirasi dari Sunan Giri dengan menyajikan pawai mobil hias. Pacitan dengan lakon Kethek Ogleng yang menceritakan kisah Dewi Sekartaji dan Raden Panji Asmoro Bangun.
Sementara Kota Surabaya menyuguhkan tari Oncor Tambayu (Tambak Medokan Ayu). Banyuwangi sendiri sebagai tuan rumah menampilkan legenda yang berjudul Mendung Langit Kedawung. Sebuah fragmen yang melakonkan asal-usul berdirinya kerajaan Tawang Alun.
Pj. Bupati Banyuwangi Zarkasi menyatakan sangat senang Banyuwangi bisa kembali dipercaya menjadi tuan rumah even tingkat Jawa Timur. Menurutnya, parade seni budaya ini merupakan even positif yang akan menjadi daya tarik wisatawan untuk datang ke Banyuwangi. Selain akan membawa dampak positif bagi perkembangan pariwisata dan perekonomian daerah.
"Ini sebuah kehormatan bagi Banyuwangi menjadi tuan rumah even besar, sekaligus menjadi tantangan bagi kami untuk bisa menampilkan lebih. Semakin banyak even yang kita gelar tentunya akan memiliki multiplier effect pada pelaku usaha di Banyuwangi," ujar Zarkasi.
Dalam acara ini, semua lini seni budaya ditampilkan. Bukan hanya sekedar tarian khas daerah, namun musik khas daerah, seni tarik suara, hingga fashion pun ditampilkan. Seperti di awal acara yang dipertontonkan pertunjukkan kolaborasi berbagai kesenian di Jatim.
Selain Gandrung dan Warok yang menari bareng, juga ada drumband dari kontingen Tulungagung yang membawakan lagu Umbul-umbul Blambangan sebagai musik pengiring para talent Banyuwangi Ethno Carnival.
Banyuwangi Tuan Rumah Parade Budaya Jatim
By SEMANGAT BANYUWANGI - November 14, 2015
BANYUWANGI – Sukses menjadi tuan rumah tunggal Pekan Olah Raga Provinsi (Porprov) V Jawa Timur dan Pekan Seni Pelajar (PSP) Jawa Timur, Banyuwangi kembali dipercaya menjadi tuan rumah event skala provinsi. Jatim Specta Night Carnival 2015 akan digelar di Bumi Blambangan Sabtu, 14 November mendatang. Kabupaten/Kota se Jatim akan menampilkan keseniannya dalam sebuah parade budaya.
Jatim Specta Night Carnival merupakan pawai budaya yang menjadi ajang seluruh kabupaten/kota di Jatim untuk menampilkan keunggulan seni budaya daerahnya masing-masing. Even ini akan menyajikan seni dan arak-arakan fashion serta kendaraan hias yang digarap secara spektakuler.
Sambil berjalan, mereka sembari memamerkan keunggulan seni dan budayanya. Yang berbeda, karnaval ini akan digelar malam hari. Karena digelar malam, maka penonton akan menikmati permainan lighting yang megah.
Kepala bidang Budaya, Seni dan Film Dinas Pariwisata Provinsi Jatim, Hartini, mengatakan ajang ini merupakan bentuk apresiasi pemprov terhadap kesenian dan kebudayaan yang ada di daerah-daerah. Sekaligus, menjadi wadah bagi seniman lokal untuk unjuk kreativitas. “Melalui even ini kami berharap kreativitas seniman dan budayawan lokal di Jatim bisa semakin berkembang. Ajang ini juga sebagai gathering bagi pelaku seni Jatim. Mereka bisa saling berbagi ilmu dan pengalaman,” kata Hartini.
Semetara itu, Plt. Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Banyuwangi, M.Y. Bramuda, menyatakan pihaknya sangat senang Banyuwangi bisa kembali dipercaya menjadi tuan rumah even tingkat Jawa Timur. Menurutnya, parade seni budaya ini merupakan even positif yang akan menjadi daya tarik wisatawan untuk datang ke Banyuwangi. Selain akan membawa dampak positif bagi perkembangan pariwisata dan perekonomian daerah.
"Ini sebuah kehormatan bagi Banyuwangi menjadi tuan rumah even besar, sekaligus menjadi tantangan bagi kami untuk bisa menampilkan lebih," ujar Bramuda.
Banyuwangi sendiri akan menampilkan legenda yang berjudul Mendung Langit Kedawung. Sebuah fragmen yang melakonkan asal-usul berdirinya kerajaan Tawang Alun. Jatim Specta Night Carnival 2015 ini akan dimulai pukul 19.00 WIB dengan start dari Taman Blambangan. Peserta parade ini akan berjalan sejauh 2,5 Km dengan finish di depan Pemda.
Di lokasi acara di Pendopo Kabupaten Banyuwangi itu, anak-anak dibebaskan bermain dan bersenang-senang dengan berbagai wanaha permaian yang disediakan sesuai seleranya.
Kepada mereka disediakan berbagai permainan tradisional, seperti engklek, ular tangga dan benteng-bentengan. Juga permainan moderen, di antaranya basket, istana balon, sepeda mesin dan permainan edukatif mengenal pesawat dan kabinnya.
Selain bermain, dalam FAY ini juga digelar aneka perlombaan, seperti congklak, cublak-cublak suweng, benteng-bentengan dan lomba lari estafet. Mereka yang memenangkan lomba ini mendapatkan hadiah tabanas total Rp30 juta.
Setelah puas bermain dan bersenang-senang mereka diajak makan tumpeng bareng bersama dengan Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas sambil menikmati sajian musik gambus "Miami".
Nadia Ulfa (12), siswa SDN Kedungrejo, Glenmore, mengaku senang mengikuti festival ini. Selain bisa punya kenalan teman baru mereka saling bercerita seputar sekolahnya dan bermain permainan tradisional bersama.
Nadia juga mengaku senang bisa membaca buku gratis yang ada di arena festival. Nadia adalah dua bersaudara yang sudah tidak beribu sejak kelas IV. Ibunya meninggal karena sakit, dan saat ini dia diasuh ayahnya seorang.
Begitu halnya dengan Nandang (11), siswa kelas V SDN Pesanggaran, yang telah kehilangan ibunya sejak berusia 2 tahun. "Senang diajak ke sini, banyak teman baru. Saya pengen jadi polisi yang bisa mengamankan kota," katanya berdialog bersama Bupati.
Sementara Alvira (28), orang tua salah satu anak yatim, menyatakan senang dengan kegiatan ini, karena anaknya mendapat perhatian dari pemerintah. Apalagi ada beasiswa untuk anak yatim berprestasi.
"Mulai TK anak saya selalu berprestasi, beasiswa ini akan jadi pemacu kami. Masih ada harapan buat anak saya bisa kuliah," kata ibu satu anak ini.
Sejak 2012, Pemkab Banyuwangi juga memberikan beasiswa bagi anak yatim berprestasi. Beasiswa ini ditujukan untuk mahasiswa berprestasi dari kalangan keluarga kurang mampu, termasuk para anak yatim untuk bisa bersekolah hingga perguruan tinggi.
Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas mengatakan FAY merupakan upaya pemerintah daerah untuk menggugah kepedulian, membangun dan menerbarkan kasih sayang. FAY juga bisa jadi ajang menumbuhkan rasa kepercayaan diri anak-anak yatim untuk bisa meraih cita-citanya.
"Festival ini spirit yang hebat dan bisa menjadi inspirasi bagi semua orang untuk bersolidaritas kepada anak-anak yatim. Kita akan dorong dan beri ruang penuh agar anak-anak bisa belajar dan mengejar cita-citanya setinggi mungkin," ujar Bupati Anas.
Di akhir acara anak-anak yatim doa bersama juga diajak berwisata keliling Pendopo Kabupaten Banyuwangi yang dikenal mempunyai konsep bangunan hijau. Di tempat itu mereka belajar sejarah Banyuwangi melalui lukisan dan seni arsitektur masyarakat Using (masyarakat asli Banyuwangi) lewat rumah khas lokal yang ada di pendopo.
Secara berkala, para pelajar memang diperbolehkan mengelilingi pendopo yang merupakan tempat tinggal bupati. (*)
Kebo-keboan digelar warga Desa
Aliyan, Kecamatan Rogojampi, sebagai permohonan kepada Tuhan agar sawah milik
masyarakat setempat tetap subur dan panen berlangsung sukses. Ritual itu
dilangsungkan setiap Sura (kalender Jawa).
"Kerbau sejak lama telah menjadi
bagian dari hidup dan kehidupan masyarakat lokal Banyuwangi. Kerbau bukan
ternak pada umumnya yang dikonsumsi dagingnya, tapi adalah mitra petani untuk
menggarap sawah dan berupaya mendapatkan kemakmuran," tutur Bupati
Banyuwangi Abdullah Azwar Anas saat menghadiri acara tersebut.
Kebo-keboan diawali dengan kenduri
desa yang digelar sehari sebelumnya. Warga bergotong-royong mendirikan sejumlah
gapura dari janur yang digantungi hasil bumi di sepanjang jalan desa sebagai
perlambang kesuburan dan kesejahteraan.
Esok paginya, warga menggelar
selamatan di empat penjuru desa, yang dilanjutkan dengan "ider bumi"
atau keliling desa. Para petani yang didandani kerbau lalu berkeliling desa
mengikuti empat penjuru mata angin.
Saat berkeliling desa itulah, para
"kerbau" itu melakukan ritual layaknya siklus bercocok tanam, mulai
dari membajak sawah, mengairi, hingga menabur benih padi.
Para petani itu diyakini kerasukan
roh gaib. Karenanya mereka terlihat berjalan seperti kerbau yang sedang
membajak sawah. Mereka juga berkubang, bergumul di lumpur, dan bergulung-gulung
di sepanjang jalan yang dilewati. Saat berjalan di pundak mereka terpasang
peralatan membajak, seperti kerbau.
"Warga yang menjadi kerbau di
ritual adat ini tidak bisa mengelak karena dipilih langsung oleh roh gaib
leluhur. Apabila terpilih maka tindak tanduk mereka akan persis seperti kerbau,
keluarga pun harus terus mendampingi selama prosesi agar kebo-keboan ini tidak
mengamuk," kata Sigit Purnomo, Kepala Desa Aliyan.
Di Desa Aliyan terdapat dua dusun
yang secara turun-temurun mempertahankan tradisi Kebo-keboan, yakni Dusun
Aliyan dan Dusun Sukodono.
Meski proses ritualnya sama dan
digelar pada hari yang sama, kedua dusun itu tidak bisa melakukan prosesi
secara bersamaan, sebab jika kebo-keboan di dua desa itu saling bertemu maka
akan saling serang.
"Dari zaman dulu sudah
seperti itu. Makanya pelaksanaan ritual dibedakan waktunya dan jalur ider bumi
yang dilewati oleh kebo-keboan juga berbeda," ujar Sigit.
Tradisi Kebo-keboan sejak 2014
telah masuk dalam agenda Banyuwangi Festival yang merupakan agenda pariwisata
daerah yang berisi beragam acara wisata.
Pernikahan Adat Using di Banyuwangi Ethno Carnival 2015
By SEMANGAT BANYUWANGI - Oktober 19, 2015
BANYUWANGI, KOMPAS.com - Ratusan model menampilkan parade kostum bertema “The Usingnese Royal Wedding” pada Banyuwangi Ethno Carnical 2015 yang diadakan Sabtu (17/10/2015) di Taman Blambangan Banyuwangi, Jawa Timur.
Pergelaran ini diawali tari Gandrung kolosal. Setelahnya, disambung prosesi ritual adat kemanten Using yakni perang bangkat. Sebuah ritus adat yang dilakukan dalam acara pernikahan (mantenan) apabila kedua mempelainya adalah anak terakhir atau anak 'munjilan'.
Pada tradisi ini, keluarga mempelai laki-laki memberikan uba rampe kepada keluarga mempelai perempuan. Ubo rampe juga dilengkapidengan kembang mayang, bantal yang dibungkus dengan tikar dan seekor ayam betina yang sedang mengerami telurnya.
Pada tradisi masyarakat Using dikenal tiga jenis busana pengantin yaitu Sembur Kemuning, Mupus Braen Blambangan, dan Sekar Kedaton Wetan.
Sembur Kemuning mewakili masyarakat pesisiran Banyuwangi yang didominasi dengan warna kuning, orange dan ungu. Sementara Mupus Braen Blambangan yang didominasi warna merah, hitam dan emas merupakan upacara adat pengantin masyarakat kelas menengah.
KOMPAS.COM/IRA RACHMAWATIBanyuwangi Ethno Carnical 2015 yang diadakan Sabtu (17/10/2015) di Taman Blambangan Banyuwangi, Jawa Timur.
Sedangkan Sekar Kedaton Wetan merupakan upacara adat untuk pengantin kaum bangsawan dengan warna pakaian yang didominasi hijau dan perak.
Turut hadir dalam kesempatan tersebut Deputi Bidang Pengembangan Pemasaran Pariwisata Kementerian Pariwisata, Esthy Reko Astuti.
Esthy mengapresiasi Banyuwangi yang dinilai sangat memperhatikan pengembangan wisata dan budaya daerahnya.
“Pariwisata sudah terbukti mampu menjadi penggerak ekonomi suatu negara. Maka tak salah bila Banyuwangi fokus dalam hal ini, karena imbasnya meningkatkan ekonomi warga,” kata Esthy.
Turis Amerika Serikat Ikut Pertisipasi di BEC 2015
By SEMANGAT BANYUWANGI - Oktober 19, 2015
Liputan6.com, Jakarta Banyuwangi terus membuktikan diri sebagai daerah yang menjunjung tinggi budaya dan berdaya kreasi tinggi lewat pagelaran Banyuwangi Ethno Carnival 2016.
Dengan menampilkan parade kostum megah dan modern bak Karnaval di Rio De Janeiro, Brazil, BEC berhasil menyuguhkan citarasa berbeda dengan nuansa lokal yang kental dan latar etnik yang kuat.
Warga negara asing tengah dirias untuk mengikuti acara Banyuwangi Ethno Carnival. [Foto: Dian Kurniawan/Liputan6.com]
Karnaval BEC yang kali ini mengangkat tema The Usingnese Royal Wedding juga masih menjadi magnet pariwisata daerah yang mampu menyedot perhatian publik mancanegara, salah satunya Vanika Spencer turis dari Amerika Serikat. Vanika menampilan BEC cilik dan The Best BEC 2014 The Mystic Dance of Seblang.
"Saya senang diberi kesempatan berpakaian Gandrung. Meski kainnya diikat kuat di tubuh saya sampai agak kesulitan bernapas, nggak apa-apa, saya rela. Kapan lagi bisa gaya dengan pakaian tradisional Banyuwangi," kata Vanika kepada wartawan di Banyuwangi, Sabtu (17/10/2015).
Warga negara asing ikut memeriahkan acara Banyuwangi Ethno Carnival. [Foto: Dian Kurniawan/Liputan6.com]
Hal senada juga disampaikan Rahmat Mulyawan, wisatawan domestik asal dari Sekolah Tinggi Pariwisata, Bandung. Rahmat mengatakan bahwa pagelaran karnaval BEC di Banyuwangi memang sangat berbeda dengan daerah lain.
"Kostumnya yang etnik dan bertema lokal jadi tontonan yang unik dan istimewa. Apalagi juga ada prosesi adat sesuai tema yang diangkat, sangat menarik buat saya," ujar Rahmat.
Sekedar diketahui bahwasanya Taman Blambangan yang menjadi venue BEC 2015 disulap menjadi pelaminan raksasa. Gebyok kayu berhiaskan aneka bunga serta alunan gamelan manten melengkapi panggung yang menjadi latar BEC "The Usingnese Royal Wedding". (Dian Kurniawan/fei)
Banyuwangi Ethno Carnival 2015 Bangga Angkat Budaya Lokal
By SEMANGAT BANYUWANGI - Oktober 19, 2015
Liputan6.com, Banyuwangi Pemerintah Kabupaten Bayuwangi sangat bangga bisa menyelenggarakan Banyuwangi Ethno Carnival (BEC) 2015. Acara yang mengangkat budaya lokal itu didukung penuh oleh masyarakat Banyuwangi dan berlangsung sangat meriah.
Parade fesyen tersebut menjadi tontonan budaya yang apik. Ratusan talent membawakan busana pengantin khas Banyuwangi dalam balutan kostum moderen. Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas mengatakan bahwa acara BEC tahun ini mengangkat tema The Usingnese Royal Wedding. Karnaval megah ini menghadirkan ratusan peserta yang memperagakan ragam pengantin ala Suku Using (masyarakat asli Banyuwangi).
Warga negara asing ikut memeriahkan acara Banyuwangi Ethno Carnival. [Foto: Dian Kurniawan/Liputan6.com]
"Kami terus konsisten mengeksplorasi budaya kami. Banyuwangi Ethno Carnival pun kami gelar dengan tema khusus setiap tahunnya karena budaya lokal kami yang memang sangat kaya. Setelah tahun-tahun sebelumnya sempat mengangkat Gandrung dan Barong Using, tahun ini yang kami persembahkan adalah tradisi pengantin Suku Using," tutur Anas di lokasi acara di Taman Blambangan Banyuwangi, Sabtu (17/10/2015).
Anas menambahkan bahwa ide awal bergulirnya BEC ini sempat menjadi bahan diskusi sejumlah budayawan karena ada kekhawatiran akan memberangus budaya lokal.
"Setelah perbincangan panjang dengan para budayawan dan seniman, akhirnya disepakati ide ini jalan. BEC pun akhirnya menjadi jembatan yang menghubungkan budaya lokal dengan moderenitas," imbuh Anas.
Anas menegaskan bahwa pemilihan tema yang akan diangkat dalam setiap acara Banyuwangi merupakan hasil diskusi dengan sejumlah budayawan dan seniman Banyuwangi.
Banyuwangi Ethno Carnival. [Foto: Dian Kurniawan/Liputan6.com]
"Dalam penyusunan temanya kami selalu melibatkan budayawan serta seniman. Selain mereka memiliki pengetahuan lebih, keterlibatan mereka ini untuk menjaga norma serta pakem-pakem tradisi setiap atraksi budaya yang akan kami tampilkan," tegas Anas.
BEC 2015 ini memadukan modernitas dengan seni tradisional yang dibagi menjadi tiga sub tema, yaitu Sembur Kemuning, Mupus Braen Blambangan, dan Sekar Kedaton Wetan.
Sembur Kemuning merupakan upacara adat pengantin masyarakat pesisiran di Banyuwangi. Para talent yang berperan mengenakan kostum dominasi warna kuning, orange dan ungu. Sementara Mupus Braen Blambangan yang didominasi warna merah, hitam dan emas merupakan upacara adat pengantin masyarakat kelas menengah.
Sekar Kedaton Wetan merupakan upacara adat untuk pengantin kaum bangsawan yang nantinya akan diperagakan penampil dengan kostum dominasi warna hijau dan perak. (Dian Kurniawan/fei)
Fragmen Geger Bumi Lodaya ramaikan Festival Barongan Banyuwangi
By SEMANGAT BANYUWANGI - Oktober 12, 2015
Merdeka.com - Ratusan barong dari berbagai daerah di Jawa Timur, unjuk kebolehan di Festival Barongan Nusantara, yang digelar Pemkab Banyuwangi, Minggu (11/10). Event ini ditutup dengan penampilan Reog Ponorogo yang menampilkan fragmen peperangan 'Geger Bumi Lodaya'.
Bupati Banyuwangi, Abdullah Azwar Anas, di hadapan ribuan warga yang memadati jalan protokol, membuka Pawai Barongan di halaman Kantor Pemkab Banyuwangi.
Selanjutnya, kemunculan representasi Singa Putih bernama Barong Rontek Singo Ulung dari Kabupaten Bondowoso mengawali pawai. Kemudian diikuti barong dari Banyuwangi, yaitu Barong Kumbo berukuran besar.
Di belakang Barong Kumbo, Barong Kucingan beratraksi, memeriahkan acara. Disusul Barong Bali dengan iringan alat musik pukul yang rancak, dan sejumlah Leak Bali.
Menyusul kemudian, Barong Osing bernama Barong Prejeng. Barong asli Banyuwangi ini muncul bersama sekawanan burung dan pitik-pitikan. Selanjutnya di bagian akhir pertunjukan, munculah Reog Ponorogo bersama Ganongan yang menampilkan fragmen Geger Bumi Lodaya.
Bupati Anas menceritakan, dalam mitologi Banyuwangi, barong digambarkan sebagai raksasa berkepala besar dengan mata melotot dan taring panjang hingga ke luar mulut.
Penampakan barong raksasa ini, diyakini masyarakat Osing, suku asli Banyuwangi, sebagai penolak bala. Selain itu, barong yang tumbuh dan berkembang sejak dulu kala ini, juga dimaknai sebagai simbol kebersamaan. Sehingga, di tiap ritual yang digelar, selalu menampilkan sosok sang raksasa barong tersebut.
"Kami akan terus berikhtiar memberikan ruang bagi seniman dan budayawan Banyuwangi untuk beraktualisasi. Seperti di Festival Barongan Nusantara yang digelar Pemkab Banyuwangi kali ini," kata Anas.
Dia mengaku, di kabupaten berjuluk Sunrise of Java ini, memiliki banyak barong. "Dan lewat festival ini kami ingin memunculkan history tentang barong, yang selalu mengingatkan kita akan jati diri bangsa."
Apalagi, masih kata Anas, kesenian yang telah lama muncul di masyarakat ini, merupakan manifestasi kebaikan dan pelindung masyarakat, yang dulu juga menjadi sarana dakwah dan perjuangan. "Semoga event ini menjadikan Barong Banyuwangi terus berkembang dan tetap lestari," pungkas Anas.
Festival Barong Nusantara ini sendiri, merupakan festival yang kali pertama diikuti sekitar 500 penampilan barong dari berbagai daerah di luar Banyuwangi. Sebelum ratusan barong ini tampil, acara diawali dengan ruwatan Barong Dandang Wringi.
Prosesi ruwatan itu, sebuah barong ditutupi kain putih, ditandu oleh empat orang. Barong tersebut kemudian dimandikan, disandingi peras (uba rampe yang digunakan untuk hajatan besar), diasapi dan dibacakan mantra. Di belakangnya, terdapat barisan 40 gandrung beserta 20 lelaki pembawa umbul-umbul mengiringi Barong Dandang Wiring yang diruwat.
Sekadar diketahui, pada bulan Agustus lalu, kesenian Barong Banyuwangi sempat menjadi tamu kehormatan di Frankfurt Book Fair 2015 dan Museum Surferfest di Frankfurt, Jerman. Barong Banyuwangi tampil selama tiga hari berturut-turut bersama dengan penampilan beberapa musisi kenamaan Tanah Air, seperti Djaduk Ferianto dan Kua Etnika, Dwiki Dharmawan, dan J-Flow.
Cara Pemerintah Banyuwangi Dongkrak Pendapatan Warga
By SEMANGAT BANYUWANGI - Oktober 12, 2015
"Kenaikan ini adalah pertanda baik dalam peningkatan ekonomi di Banyuwangi," kata Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas di Pendopo Kabupaten Banyuwangi, Minggu (11/10/2015).
Bagaimana caranya? Dalam kurun 2010-2015 itu Pemerintah Kabuaten Banyuwangi terus mengembangkan industri-industri kecil dan menengah di kabupaten yang berjuluk sun rise of java ini.
Anas menegaskan, pemerintah terus mendukung para pelaku usaha kecil dan menengah di Banyuwangi. Salah satu contohnya menggelar Banyuwangi Batik Festival (BBF) 2015 pekan lalu. Acara itu digunakan sebagai ajang promosi sejumlah produk Banyuwangi.
"Banyuwangi festival ini sebagai sarana pengembangan ekonomi kreatif di daerah. UKM tidak mungkin melakukan promosi besar-besaran. Nah, di Banyuwangi peran promisi diambil alih pemerintah," kata Anas.
Dia menambahkan bahwa angka kemiskinan di Banyuwangi terus menunjukkan penurunan dari tahun ke tahun. Tahun 2013 angka kemiskinan Banyuwangi mencapai 10,47 persen dari jumlah penduduk. Kemudian turun menjadi 9,5 persen pada 2014.
"Ini adalah angka yang luar biasa. Namun jumlah 9,5 persen ini sangat banyak dari 1,6 juta penduduk. Kita masih perlu bekerja keras," ujar dia. (Hmb/Ali)
REPUBLIKA.CO.ID, BANYUWANGI -- Pergelaran busana Banyuwangi Batik Festival (BBF) 2015 kembali digelar di Taman Blambangan, Kabupaten Banyuwangi pada Sabtu malam (10/10). Festival Batik yang sudah digelar rutin sejak tiga tahun terakhir itu berlangsung meriah.
Ajang fashion ini menjadi panggung yang menegaskan eksistensi batik Bumi Blambangan, sebutan Kabupaten Banyuwangi. Tahun ini, BBF mengusung tema motif batik ”Paras Gempal”, salah satu motif batik di kabupaten ujung timur Pulau Jawa tersebut. ”Paras” adalah batu cadas, sedangkan ”gempal” berarti runtuh. Jika disatukan, motif tersebut bermakna kerukunan dan kesolidan bak batu akan membuat masyarakat tidak runtuh.
Batik Banyuwangi ditampilkan secara menawan dan elegan, baik oleh pelaku industri kecil menengah (IKM), desainer lokal, maupun desainer nasional. Desain-desain busana batik yang tampil di atas panggung BBF 2015 menunjukkan perkembangan kreativitas yang luar biasa dari para pelaku IKM dan desainer lokal.
Sejak digelar pertama kali pada 2013 hingga kini, BBF telah mampu menjadi media bagi peningkatan kualitas busana batik daerah seiring dengan puluhan workshop yang digelar Pemkab Banyuwangi untuk meningkatkan kualitas batik para perajin lokal.
Menteri Perdagangan Thomas Lembong yang berkesempatan menyaksikan langsung festival itu mengatakan, batik bukan hanya sekadar produk busana, tapi juga mencerminkan kepribadian dan budaya bangsa. Batik juga telah menjadi salah satu identitas warga Indonesia di mancanegara.
”Mengangkat eksistensi batik merupakan pekerjaan yang merepresentasikan budaya dan karakter bangsa. Banyuwangi patut menjadi contoh bagi daerah lain. Mencintai batik berarti juga mencintai produk-produk dalam negeri, dan ini akan sangat membantu perekonomian nasional,” kata Thomas Lembong yang hadir mengenakan batik khas Banyuwangi.
Pergelaran BBF diawali penampilan busana ikon hasil desain para pelaku IKM Banyuwangi yang dilanjutkan fashion show oleh para model lokal. Salah seorang desainer lokal Anita Yuni juga secara khusus menampilkan koleksinya yang bertema "Imaginary Angel (Sritanjung’s Soul)”.
Pergelaran BBF 2015 juga menampilkan koleksi desain busana para desainer batik nasional. Tidak hanya untuk memberikan inspirasi bagi desainer lokal, di tangan mereka busana batik Banyuwangi disuguhkan dengan desain yang elegan dan berkelas.
Seperti Irma Lumiga, desainer asli Banyuwangi yang telah sukses di Bali, menyuguhkan koleksi motif batik "Paras Gempal” bertema ”Gemah Ripah”. Dengan nuansa hitam putih, Irma mampu menyuguhkan desain yang cantik dan elegan.
Desainer nasional lain yang tampil adalah Priscilla Saputro yang selama ini menggarap busana batik Miss Universe dan Putri Indonesia. Priscilla membawakan koleksi dengan tema "Dramatic Carnival" sebanyak 60 busana batik yang didesain dengan cita rasa internasional. Koleksi Priscilla dibawakan oleh sejumalah model spesial, seperti Puteri Indonesia Anindya Kusuma Puteri.
Motif ”Paras Gempal” diterjemahkan Priscilla dalam koleksi kostumnya yang modern dengan warna-warna cerah. ”Warna-warna batik yang cerah ini sangat cocok dengan budaya pop yang segmennya anak muda. Inilah batik yang saat ini sedang kita kembangkan karena saat ini pasar batik dengan segmen anak muda sedang meningkat,” kata Priscilla.
Priscilla menjelaskan, usai pergelaran BBF, dia akan membawa batik Banyuwangi dalam ajang peragaan busana prestisius, Indonesia Fashion Week (IFW) 2016 di Jakarta. ”Akhir Februari 2016 mendatang, batik Banyuwangi akan saya tampilkan secara khusus di IFW. Cutting dan pemilihan warnanya akan saya buat dengan cita rasa internasional. Kami ingin membawa batik Banyuwangi untuk dunia,” pungkas Priscilla.
Pada 2015 lalu, Priscilla telah menampilkan batik Banyuwangi di IFW. Lewat sentuhannya, dia dinilai sukses menampilkan batik Banyuwangi menjadi sebuah balutan desain yang kontemporer dan elegan.
Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas berharap berbagai program pengembangan pariwisata dan batik bisa berjalan beriringan dan menopang satu sama lain. Sebab, industri pariwisata dan industri kreatif adalah dua sisi mata uang yang tak bisa dipisahkan.
"Festival Batik hanya salah satu program saja untuk menarik perhatian dalam rangka promosi, untuk mengangkat pamor batik Banyuwangi. Program lain yang kami lakukan adalah berbagai pemberdayaan seperti workshop, pelatihan, dan jaringan pemasaran. Ditunjang dengan sektor wisata yang bergeliat, kami yakin kinerja para perajin kian meningkat, demikian pula kesejahteraannya," kata Anas.
Anas menegaskan, festival ini merupakan ajang untuk mengeksplorasi khazanah kekayaan batik lokal dan industri kreatif di Banyuwangi. Pergelaran BBF (Banyuwangi Batik Festival) ini merupakan wujud komitmen pemerintah dan masyarakat Banyuwangi dalam menumbuhkembangkan kekayaan budaya lokal. "Khususnya batik agar semakin diminati masyarakat, baik untuk fashion maupun sebagai indentitas daerah," ujarnya.
Kegiatan ini, kata dia, juga sebagai ikhtiar Banyuwangi dalam mempromosikan batik lokal ke khalayak luas agar perekonomian para perajin batik semakin terangkat.
Ribuan Penari akan Beraksi di Pinggir Pantai Banyuwangi
By SEMANGAT BANYUWANGI - September 26, 2015
Sebanyak 1.200 penari ikut ambil bagian dalam kegiatan kali keempat Gandrung Sewu, yang merupakan agenda rutin Banyuwangi Festival. Fantastis! Tahun ini gelaran Gandrung Sewu yang mengangkat tema 'Podo Nonton'.
'Podo Nonton' sejatinya merupakan tembang wajib yang menjadi musik pengiring pada saat pertunjukkan Jejer Gandrung. Tema ini diangkat karena syairnya mengandung makna heroisme dan perjuangan yang sangat berat dari para pendahulu di Bumi Blambangan ketika melawan penjajahan Belanda.
Ketua panitia Gandrung Sewu Banyuwangi, Budianto menjelaskan, tarian Gandrung sendiri terdiri atas tiga segmen yaitu Jejer Gandrung, Paju Gandrung, dan ditutup dengan Seblang Subuh.
"Podo nonton atau bahasa Indonesianya nonton bareng-bareng, merupakan salah satu bagian dari pertunjukan Jejer Gandrung," kata Budianto, Jumat (25/9/2015).
"Tema Podo Nonton pun akan dikisahkan dalam sebuah drama teatrikal yang sarat pesan," pungkasnya.
Event budaya yang digelar tiap tahun ini memperkuat positioning wisata budaya yang menjadi unggulan Banyuwangi selain wisata alam. Beberapa tahun ini Banyuwangi memang konsisten mengangkat seni dan budaya sebagai bagian dari pengembangan wisata.
"Kami bangga memiliki beragam seni dan budaya lokal yang sangat khas. Kami pun ingin seni dan budaya ini dapat dikenal secara luas dan ikut memperkuat khasanah budaya Banyuwangi di tingkat nasional dan internasional," kata Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas.
Event Gandrung Sewu, sambung Anas, juga memperkuat posisi Banyuwangi dalam peta persaingan pariwisata di Indonesia. "Pantai menjadi salah satu destinasi wisata alam di Banyuwangi. Dengan event ini, berarti kami menjual event sekaligus destinasi alam. Sewu Gandrung terbukti telah menjadi daya tarik pariwisata Banyuwangi," jelas Anas.
(fat/fat)
Edukasi Bencana Digelar lewat Kesenian Janger Banyuwangi
By SEMANGAT BANYUWANGI - September 07, 2015
Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB Sutopo Purwo Nugrogo mengatakan, Indonesia adalah kawasan yang rentan bencana termasuk rentan terjadi erupsi gunung berapi dan gempa bumi. Saat ini, di Indonesia ada 18 gunung berstatus waspada, tiga gunung berstatus siaga, dan satu gunung berstatus awas. Gunung Raung salah satunya yang memiliki tipe letusan strombolian yang berarti bahayanya tidak akan meluas. Hal tersebut disebabkan lontaran material pijar yang cukup berat dan sistem kawah Gunung Raung sudah terbuka sehingga tidak ada penumpukan energi yang cukup besar untuk memicu letusan besar. Jenis letusan tidak kuat, namun terus menerus.
"Hingga saat ini BNPB terus memantau kondisi Gunung Raung, baik aktivitas seismik maupun pengukuran kualitas udara untuk menentukan penurunan atau peningkatan aktivitas gunung setinggi 3.332 meter tersebut," ujar Sutopi.
Dia mengatakan, erupsi Gunung Raung membuat masyarakat sering panik dan bingung tanpa tahu harus berbuat apa dikarenakan masih sangat minimnya pengetahuan masyarakat serta pemahaman yang benar mengenai ancaman, bahaya dan risiko bencana terutama di daerah rawan bencana.
Diharapkan melalui pertunjukan Janger ini, masyarakat setempat mendapatkan informasi yang jelas dan benar tentang kebencanaan dan meningkatkan kewaspadaan akan risiko bencana baik dilokasi bencana, dan sekitar lokasi bencana. Janger sendiri adalah pertunjukan rakyat di Banyuwangi yang mempunyai lakon atau cerita yang diambil dari kisah-kisah legenda maupun cerita rakyat lainnya.
"Pertunjukan rakyat Janger yang memiliki sifat menghibur bisa menyampaikan pesan dalam suasana santai dan menyenangkan, sehingga lebih menarik perhatian masyarakat. Edukasi kebencanaan secara kreatif lewat seni-budaya lokal seperti di Banyuwangi ini sangat menarik dan efektif dalam menyampaikan pesan," jelas Sutopo.
Sementara itu, Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas mengatakan, dengan adanya edukasi kebencanaan ini diharapkan bisa membuat masyarakat siaga hadapi bencana dan siap untuk dievakuasi sewaktu-waktu terjadi bencana.
Selain edukasi kebencanaan, Pemkab Banyuwangi juga telah melakukan sejumlah langkah terkait manajemen kebencanaan. Di antaranya adalah program pencegahan dini dan penanggulangan korban bencana. "Di APBD Perubahan 2015 juga telah dialokasikan pembangunan infrastruktur untuk akses daerah yang rawan bencana. Beberapa ruas jalan tersebut sudah mulai dikerjakan," jelas Anas. (*)
Banyuwangi - Suku Using di Banyuwangi, Jawa Timur punya ritual tersendiri sebagai tanda rasa syukur sekaligus tolak bala. Seblang, begitu nama ritual tersebut, digelar di Desa Olahsari, Kecamatan Glagah. Ritual yang sakral dan magis!
Suku Using Banyuwangi menggelar ritual Seblang Olehsari di bulan Syawal. Ini Sebuah tradisi ungkapan rasa syukur atas keselamatan desa kepada leluhur. Prosesi ritual adat ini digelar di Desa Olehsari, Kecamatan Glagah, Jum’at (24/7/2015). Ritual adat tahunan ini merupakan agenda Banyuwangi Festival 2015.
Ritual Seblang ini akan digelar selama 7 hari berturut turut hingga 30 Juli 2015. Setiap harinya akan dimulai pukul 14.00 WIB dan berakhir menjelang Maghrib.
Ritual yang bertujuan untuk memohon keselamatan itu berlangsung sakral dan magis. Diawali seorang pawang membawa penari ke panggung pertunjukan untuk memasang mahkota berupa omprok yang dihiasi janur kuning dan beberapa macam bunga segar di atasnya. Setelah itu para pawang membacakan mantra untuk memasukkan roh Sang Hyang ke dalam tubuh sang penari.
Pada tahun ini, penari Seblang jatuh kepada gadis muda, Fidyah Yuliaty. Fidyah yang memiliki garis keturunan Seblang ini adalah pelajar kelas 3 SDN 1 Glagah. Penari Seblang bukanlah penari biasa, yang bisa membawakan tarian ini hanyalah gadis muda yang disebut memiliki darah Seblang dari penari-penari sebelumnya.
"Di Banyuwangi tradisi Seblang ada dua, Seblang Olehsari dan Seblang Bakungan. Tradisi Seblang Olehsari digelar di bulan Syawal dan dibawakan oleh gadis muda. Sementara Bakungan digelar di setiap bulan Dzulhijjah setelah Idul Adha, penarinya adalah Seblang tua yang sudah menopause," ujar Plt Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Banyuwangi, MY Bramuda kepada detikcom.
Untuk menarikan Seblang, seorang penari harus kerasukan roh dari leluhur. Proses masuknya roh ini diiringi 28 lantunan gending, yang diawali Gending Lukinto. Gending ini dipercaya oleh masyarakat Olehsari sebagai pemanggil arwah atau sebuah kekuatan halus untuk datang ke ritual seblang.
Pada hari ke-7 nanti, Seblang akan diarak keliling desa yang disebut 'ider bumi'. Dia akan berjalan beriringan bersama pawang, sinden, dan seluruh perangkat menuju empat penjuru. Penjuru tersebut adalah Situs Mbah Ketut yang dianggap awal berdirinya desa Olehsari, lahan Petahunan, Sumber Tengah dan berakhir di Balai Desa. Prosesi itu mengakhiri ritual Seblang Olehsari.
Meski digelar setiap tahun, daya pikat ritual Seblang Olehsari ini cukup tinggi. Ribuan masyarakat tampak hadir menyaksikan salah satu tradisi adat suku Using ini. Meski sinar matahari terik, masyarakat dan wisatawan berbaur asyik menikmati tarian magis ini.
"Saya sempat ikut menari soalnya kena sampur dari penari Seblang. Seneng juga agak grogi juga tadi," ujar Devi penunjung dari Genteng.
Sumber: http://travel.detik.com/read/2015/07/25/103524/2974944/1382/seblang-ritual-sakral-nan-magis-di-banyuwangi