3 Budaya Banyuwangi Masuk Warisan Budaya Nasional

By SEMANGAT BANYUWANGI - Januari 11, 2016


Kalian tau gak, kalau ada 3 budaya banyuwangi yang sudah masuk warisan budaya nasional. Lumayan lah ya dari pada gak masuk, padahal masih banyak banget budaya banyuwangi yang layak untuk masuk dan tercatat sebagai warisan budaya nasional.

Nah ketiga warisan budaya tersebut yang patut dan wajib kita lestarikan, agar terus terpelihara dan terjaga hingga anak cucu kita nkelak.

1. Tari Gandrung

Gandrung berarti mempesona dan menarik hati. Selama berates-ratus tahun Banyuwangi tercatat sebagai penghasil bumi yang baik. Gagasan ara petani setelah menuai padi diadakan tarian sebagai rasa terima kasih kepada Dewi Sri, dewinya padi. Inilah asal mulanya tarian Gandrung.

Sekarang tarian ini dipakai sebagai tarian selamat datang untuk menyambut dan menghormati tamu. Biasanya disajikan pada acara pesta perkawinan, syukuran, serta pada acara-acara tradisional lainnya.


2. Tumpeng Sewu

Tumpeng Sewu adalah ritual adat selamatan massal yang digelar di Desa Kemiren, salah satu basis Using, masyarakat asli Banyuwangi. Digelar seminggu sebelum Idul Adha, tradisi ini bertujuan sebagai ungkapan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas keberkahan yang diterima warga Kemiren.

Tradisi tumpeng sewu yang menjadi salah satu agenda Banyuwangi Festival ini bertujuan untuk melestarikan kearifan lokal Banyuwangi sekaligus mengenalkan tradisi dan budaya daerah ke tingkat yang lebih luas. Tradisi yang menggambarkan keramahan dan keterbukaan suku using ini dilaksanakan disepanjang jalan desa kemiren, dengan melibatkan seluruh masyarakat using dan wisatawan lain yang datang di desa kemiren untuk selamatan bersama.

Sesepuh adat Desa Kemiren, Juhadi Timbul mengatakan selamatan tumpeng sewu berawal dari cerita seseorang yang menjerit meminta tolong karena kesakitan dan warga yang mendengar jeritan tersebut spontan mencari orang yang minta tolong.

Warga yang menjerit tersebut adalah Mbah Ramisin yang sedang kesurupan, kemudian Mbah Ramisin mengaku bahwa dirinya adalah Buyut Cili (tetua adat Desa Kemiren) yang meminta warga desa setempat melakukan selamatan satu tahun sekali.

"Dalam acara selamatan itu, warga juga berdoa agar warga Desa Kemiren dijauhkan dari segala bencana, dan sumber penyakit karena ritual tumpeng sewu diyakini merupakan selamatan tolak bala. Sebab itulah warga Using menjaga tradisi itu hingga turun menurun,".

Pada ritual tumpeng sewu ini setiap rumah warga Using minimal akan mengeluarkan satu tumpeng yang diletakkan di depan rumahnya. Tumpeng ini adalah nasi dalam bentuk kerucut dengan lauk pauk khas Using, yakni pecel pithik (ayam panggang dicampur kelapa) yang dibungkus dengan daun pisang.

Bentuk mengerucut pada tumpeng itu sendiri ini memiliki makna khusus, yakni petunjuk untuk mengabdi kepada Sang Pencipta, di samping kewajiban untuk menyayangi sesama manusia dan lingkungan alam. Sementara pecel pithik mengandung pesan moral yang bagus, yakni "ngucel-ucel barang sithik". Dapat juga diartikan mengajak orang berhemat dan senantiasa bersyukur.

Pada perayaan tumpeng sewu, setiap pengunjung yang datang dipersilahkan untuk menikmati hidangan tersebut secara gratis. Pendatang pun bisa berbaur tanpa jarak dengan warga setempat untuk menikmati tumpeng sewu ini.

Dengan diterangi oncor ajug-ajug (obor bambu berkaki empat), Tumpeng Sewu ini menjadi sebuah ritual yang khas dan tetap sakral. Sebelum makan bersama, warga Desa Kemiren mengawalinya salat maghrib berjamaah dan doa bersama. Sebelum selamatan dimulai, masyarakat juga "ngarak barong" sebagai simbol penjaga Desa Kemiren.

Melengkapi tradisi Tumpeng Sewu, pada siang hari, warga desa melakukan ritual menjemur kasur (mepe kasur) secara masal. Uniknya, semua kasur yang dijemur berwarna hitam dan merah. Warga Suku Using beranggapan bahwa sumber penyakit datangnya dari tempat tidur, sehingga mereka menjemur kasur di halaman rumah masing-masing agar terhindar dari segala jenis penyakit. Penjemuran kasur ini bisa ditemui di sepanjang jalan Desa Kemiren, mulai pagi hingga sore. "Juga akan digelar selamatan desa di makam Buyut Cili, leluhur desa.

3. Seblang

Banyuwangi memiliki dua kesenian seblang yang berbeda, yaitu seblang olehsari dan seblang bakungan.

Seblang Olehsari

Seblang merupakan upacara bersih desa untuk menolah balak yang diujudkan dengan mementaskan kesenian sacral yang disebut seblang, yang berbau mistis. Seblang olehsari ditarikan oleh wanita muda selama tujuh hari berturut – turut. Sang penari menari dalam keadaan kesurupan. Dia menari mengikuti irama gending atau 28 lagu yang dinyanyikan oleh beberapa sinden.

Seblang Bakungan

Seblang bakungan merupakan upacara penyucian desa. Upacara ini dilaukan satu malam, tepatnya pada sat minggu setelah Hari Raya Idul Adha. Tujuan dari upacara ini adalah menolak balak. Prosesi diawali dengan ider bumi, yitu parade oncor (obor) berkeliling desa yang dikuti oleh penduduk desa. Seblang ditarikan wanita tua di depan sanggar. Setelah diberi mantra-mantra, dia menari.

Nah udah tau kan budaya apa saja, untuk selanjutnya mari kita dorong dan berdoa agar budaya lainya bisa masuk juga.

  • Share:

You Might Also Like

0 komentar